Baso Cuanki, dari Jalan Kaki hingga Masuk Resto
Tau baso cuanki gak? Buat kamu yang belum tahu, ini adalah jajanan asal Bandung yang cukup populer.
Berbeda dengan baso kebanyakan, baso cuanki ini tergolong unik. Dalam satu porsi hidangannya, terdapat baso bulat –biasanya ada baso kecil dan baso besar, lalu tahu dan siomay kering yang direbus dalam kuah baso sampai lunak. Bahan dasar baso cuanki adalah ikan. Tapi untuk basonya sendiri, menggunakan baso daging seperti kebanyakan baso.
Hal lain yang membedakan baso cuanki dengan baso kebanyakan adalah, baso cuanki tidak menggunakan kecap manis, melainkan kecap asin. Karena itu kuahnya berwarna kemerahan yang merupakan hasil campuran dari kecap asin, merica, garam, penyedap, saos sambal dan sambal dari cabe. Saat dihidangkan, cuanki akan ditaburi dengan bawang merah goring dan seledri.
Sejatinya, baso cuanki adalah baso yang dijajakan mamang penjualnya dengan berkeliling sambil memanggul dagangannya di pundak. Kalau ditanyakan kepada yang jual, apa arti cuanki, jawabannya: cari uang jalan kaki. Ini karena mereka berjalan kaki sambil mengetok-ngetok kentongan kecil di tangan.
Sampai sekarang, pedagang cuanki seperti itu masih lazim ditemui di kota Bandung dan sekitarnya. Harga yang dipatok untuk satu porsi bervariasi, tergantung isian baso apa yang kita mau. Satu baso besar harganya sekitar Rp 3.000, kalau baso kecil, tahu dan siomay bisa Rp 1.000-2.000. Cukup dengan uang Rp 10.000, pokonya kita sudah kenyang banget deh makan caso cuanki.
Nah sekarang ini cuanki tidak hanya bisa dinikmati di jalanan. Ibaratnya, dia sudah naik kelas karena kini cuanki juga bisa dinikmati di warung-warung yang menetap. Bahkan, beberapa kafe dan resto sudah melirik cuanki . Di Kota Baru Parahyangan (KBP), misalnya, terdapat beberapa kafe dan resto yang menyajikan baso cuanki dalam menunya.
KBP ini merupakan komplek perumahan di Kabupaten Bandung Barat. Akses yang mudah dari exit tol Padaralang menjadikan KBP salah satu tujuan wisata kuliner baru. Puluhan kafe dan resto berjejer menyajikan berbagai hidangan, mulai dari makanan Sunda, Padang, Korea, Jepang, Italia, Amerika dan lain-lain.
Karena sudah masuk kafe, harganya juga pasti beda dong. Rata-rata cuanki versi kafe ini dibandrol seharga Rp 25.000 per porsi yang terdiri dari 4-6 isian. Seperti di resto Teras Deli, yang terletak di kawasan pertokoan Pancasona, baso cuanki merupakan salah satu hidangan yang cukup diminati. Atau di kafe Cluster Coffee, yang menyediakan cuanki bertajuk Cuanki Wildan.
Apa sih bedanya cuanki resto sama cuanki mamang-mamang? Nomor satu, kuahnya. Kalau cuanki resto, kuahnya dipastikan mengandung lebih banyak kaldu daging lah ya. Selain itu, kandungan ikan pada siomay nya juga lebih berasa. Sementara cuanki pinggir jalan, kandungan tepung lebih dominan. Ya, seperti istilah, harga gak bohong. Hal ini juga berlaku untuk cuanki.
Perbedaan lainnya, cuanki resto disajikan dengan irisan jeruk sambal, yang berfungsi menambah kesegaran kuah.
Lantas cuanki mana yang lebih enak? Selera itu sesuatu yang subjektif. Tidak bisa disamaratakan. Kalau bagi penulis sih, dua-duanya enak. Karena sejak kecil sudah terbiasa dengan cuanki mamang-mamang, cuanki kafe dan resto rasanya kurang otentik. Kelebihannya, kalau makan di resto, kita bisa dapat tempat yang enak untuk duduk dan bersantai.
Kalau kangen rasa cuanki yang lebih otentik, tinggal melipir menyusuri jalanan KBP. Masih ada kok mamang-mamang cuanki yang berjualan di sana. Biasanya mereka mangkal di kawasan proyek perumahan yang sedang dalam pembangunan. Konsumennya sebagian besar para pekerja proyek atau orang yang lewat.