3 Alasan OJK Melarang Transaksi Kripto di Lembaga Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali menunjukkan sikap tegasnya berupa pelarangan transaksi kripto di lembaga keuangan terutama perbankan.
Kali ini pesan pelarangan transaksi mata uang kripto itu disampaikan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.
OJK mengajak masyarakat untuk tidak terbuai rayuan manis transaksi kripto yang sangat berisiko.
Setidaknya, ada tiga alasan mengapa OJK melarang perdagangan dan transaksi mata uang kripto di lembaga keuangan di Indonesia.
Pertama, menurut OJK, Bank Indonesia (BI) sudah menegaskan kripto bukan alat pembayaran. Berdasarkan UU Mata Uang, alat bayar yang sah di Tanah Air adalah mata uang rupiah.
Jadi, kripto tidak diakui sebagai alat pembayaran sah di Indonesia. Padahal, salah satu fungsi mata uang kripto adalah sebagai alat pembayaran.
Kedua, OJK menyebut investasi tanpa underlying memiliki risiko besar dan bahaya bagi investor atau nasabah. Mata uang kripto dimasukkan sebagai jenis investasi yang berisiko tinggi.
Ketiga, aset kripto merupakan jenis komoditi yang memiliki fluktuasi nilai yang sewaktu-waktu dapat naik dan turun sehingga berisiko bagi publik.
OJK menyampaikan masih banyak instrumen investasi lain yang bisa dipilih masyarakat di Indonesia.
Ada investasi di pasar saham, perbankan, emas, dan lain-lainnya yang memiliki banyak keunggulan dan risikonya terukur.