Uang dalam Sistem Ekonomi Islam: Moneter versus Sektor Riil
Sepanjang sejarah kegiatan ekonomi Islam, pentingnya keberadaan uang ditegaskan oleh pendapat Rasulullah SAW yang menganjurkan dan menyebutkan bahwa perdagangan yang lebih baik (adil) adalah perdagangan yang menggunakan media uang (dinar atau dirham), bukan pertukaran barang (barter) yang dapat menimbulkan riba ketika terjadi pertukaran barang sejenis yang berbeda mutu.
Dengan keberadaan uang, hakikat ekonomi (dalam perspektif Islam) dapat berlangsung dengan lebih baik, yaitu terpelihara dan meningkatnya perputaran harta (velocity) di antara manusia (pelaku ekonomi).
Dengan keberadaan uang, aktivitas zakat, infaq, shadaqah, wakaf, kharaj, jizya hushr, dan lain-lainnya akan menjadi lebih lancar dan optimal pelaksanaannya. Dengan keberadaan uang juga, aktivitas sektor swasta, publik, dan sosial dapat berlangsung dengan akselerasi yang lebih cepat (Sakti, 2006).
Islam sangatlah menganjurkan penggunaan uang dalam pertukaran. Salah satu bentuk pertukaran di zaman dahulu adalah barter, di mana barang saling dipertukarkan.
Rasulullah SAW menyadari kesulitan-kesulitan dan kelemahan-kelemahan sistem pertukaran barter ini. Beliau ingin menggantinya dengan sistem pertukaran melalui uang. Oleh karena itu, beliau menekankan kepada para sahabat untuk menggunakan uang dalam transaksi-transaksi mereka.
Kebijakan Rasulullah dalam hal ini dapat dijumpai dalam hadits-hadits antara lain seperti diriwayatkan oleh Atha Ibn Yasar, Abu Said dan Abu Hurairah, dan Abu Said al-Khudri. Ternyata, Rasulullah tidak menyetujui transaksi dengan sistem barter untuk barang sejenis, tetapi berbeda kualitasnya.
Untuk itu, beliau menganjurkan penggunaan uang. Tampaknya, beliau melarang bentuk pertukaran seperti ini karena ada unsur ‘riba’ di dalamnya.
Sedangkan dalam ekonomi konvensional, sistem bunga dan fungsi uang yang dapat disamakan dengan komoditas menyebabkan timbulnya pasar tersendiri dengan uang sebagai komoditasnya dan bunga sebagai harganya.
Pasar ini adalah pasar moneter yang tumbuh sejajar dengan pasar riil (barang dan jasa) berupa pasar uang, pasar modal, pasar obligasi, dan pasar derivatif. Akibatnya, dalam ekonomi konvensional timbul dikotomi sektor riil dan moneter.
BACA: ITALIA Larang ChatGPT, Mengapa?
BACA: Praktik dan Sistem Perbankan di Zaman Nabi Muhammad SAW
BACA: Fungsi dan Tugas OJK